GEGER! Tayangan Trans7 ‘Lukai’ Martabat Kiai dan Pesantren, Politisi PKB Garut: Kutuk Keras!
HALOGARUT – Dunia penyiaran nasional kembali diguncang protes keras. Kali ini, sorotan tajam mengarah pada tayangan program “Expose Uncensored” di Trans7 yang ditayangkan pada Senin, 13 Oktober lalu. Konten tersebut, yang dinilai merendahkan martabat kiai, santri, dan lembaga pesantren, tidak hanya menuai kecaman dari kalangan pesantren dan Ormas keagamaan, tetapi juga memantik reaksi keras dari jajaran legislator.
Salah satu suara paling lantang datang dari Sekretaris Fraksi PKB DPRD Garut, H. Iden Sambas, S.Pd.I. Politisi senior dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini secara terbuka mengutuk keras Trans7 atas tayangan yang dianggapnya melukai nilai-nilai luhur tradisi dan keberagaman bangsa.
Pelanggaran Prinsip Penyiaran dan ‘Logical Fallacy’
H. Iden Sambas menegaskan bahwa tayangan “Expose Uncensored” bukan sekadar melanggar etika, tetapi juga mencederai Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).
“Konten itu tidak mencerminkan prinsip penghormatan terhadap nilai-nilai tradisi serta keberagaman sebagaimana diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran,” ungkap H. Iden, Kamis (16/10/2025).
Lebih lanjut, legislator dari Daerah Pemilihan (Dapil) 1 Kabupaten Garut ini menilai tayangan tersebut dipenuhi dengan logical fallacy atau sesat pikir. Menurutnya, ini yang menyebabkan tayangan itu tidak lebih dari sebuah tindakan pencemaran nama baik bagi kiai maupun pesantren secara umum.
“Alih-alih menarasikan kebenaran dengan jernih, tayangan di Trans7 ini malah berubah menjadi corong opini yang menggiring persepsi publik secara sepihak,” sebutnya.
Pesantren: Tempat Membentuk Insan Kamil dan Adab
Sebagai seorang yang pernah mengenyam pendidikan di tiga pesantren berbeda (mondok), H. Iden Sambas memahami betul ruh yang melekat pada lembaga pendidikan tersebut. Pesantren, tegasnya, bukan sekadar tempat belajar ilmu agama, melainkan tempat membentuk manusia seutuhnya, atau insan kamil, utamanya dalam hal akhlak dan adab.
Ia menceritakan pengalamannya, di mana membantu pembangunan pesantren dengan tenaga sudah merupakan panggilan keikhlasan dan hidmat, tanpa paksaan. Hal ini, menurutnya, adalah wujud penghormatan spiritual.
“Sikap hormat dan adab yang harus dijaga santri terhadap kiai tidak boleh dipandang sebagai sekadar formalitas, melainkan wujud penghormatan terhadap ilmu dan pemberi ilmu,” terangnya. “Tindakan ini lahir dari kesadaran spiritual bahwa ilmu membutuhkan penghormatan. Santri melakukan itu bukan karena terpaksa, melainkan karena memahami bahwa keberkahan ilmu muncul dari adab.”
Adab di Atas Ilmu: Keberhasilan Buah Doa Kiai
Menurut H. Iden, bagi santri, pendidikan tidak berakhir pada ijazah, melainkan berlanjut seumur hidup. Seorang santri akan selalu menjadi murid, dan kiai akan selalu menjadi guru. Inilah yang melandasi tradisi seperti sowan dan membawakan hadiah.
“Saat sowan membawakan hadiah, ini adalah ungkapan syukur dan penghormatan. Bagi santri, keberhasilannya adalah buah dari doa kiai yang mustajab,” tegasnya.
Inti dari pendidikan pesantren adalah melahirkan orang baik, bukan hanya orang pintar. Kegagalan, lanjut H. Iden, tidak diukur dari nilai jelek, melainkan dari rusaknya akhlak.
“Karena itu ada maqolah yang berbunyi al-adabu fauqol ‘ilmi, yang artinya, adab atau akhlak berada setingkat lebih tinggi daripada ilmu itu sendiri,” ujarnya, menekankan pentingnya menjaga hati, menghormati guru, dan tidak sombong.
Desakan Tegas kepada KPI
Atas kegaduhan yang ditimbulkan tayangan tersebut, H. Iden Sambas mendesak agar lembaga penyiaran seperti televisi diingatkan kembali tentang perannya sebagai penjaga kebenaran, bukan pencipta sensasi.
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), kata H. Iden, harus segera turun tangan untuk memberikan teguran dan memastikan kejadian serupa tidak terulang kembali.
“Kasus ini sudah membuat gaduh dan kontraproduktif terhadap dunia penyiaran yang selama ini sudah mulai berjalan dengan baik,” tandas legislator PKB tersebut, menuntut tanggung jawab penuh atas konten yang melukai perasaan umat dan merendahkan martabat institusi pendidikan tertua di Indonesia.***
















