33 SKPD di Garut! Apa Artinya Pemerintahan ‘Gemuk’ Jika Layanan Publik Tetap Tidak Maksimal?

HALOGARUT – Kabupaten Garut kembali menjadi sorotan terkait struktur pemerintahan yang dinilai terlalu gemuk namun minim efisiensi. Dengan 33 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), kondisi ini bukan hanya memperlambat gerak birokrasi, tetapi juga membebani anggaran daerah. Fenomena ini memunculkan pertanyaan kritis: apakah jumlah perangkat daerah yang banyak sebanding dengan kualitas layanan publik yang diberikan?

Ketika Struktur Bukan Lagi Solusi

Pengamat kebijakan publik, Dudi Supriyadi,  menilai bahwa struktur birokrasi yang ada saat ini justru menjadi beban. Ia menegaskan bahwa sudah saatnya Pemerintah Kabupaten Garut mengambil langkah berani untuk mereformasi struktural dengan perampingan organisasi. Dudi tidak melihat perampingan ini sekadar mengurangi angka, melainkan merancang ulang birokrasi agar lebih ramping, kaya fungsi, efisien dalam anggaran, dan efektif dalam kinerja.

“Struktur birokrasi di Garut perlu dirombak. Bukan sekadar kurangi jumlah, tapi merancang struktur yang ramping, tapi kaya fungsi. Efisien dalam anggaran, efektif dalam kinerja,” ungkap Dudi, menyoroti urgensi perubahan.

Integrasi Fungsi untuk Kinerja Optimal

Salah satu contoh konkret yang disoroti Dudi adalah pemisahan antara Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian, dan Dinas Peternakan. Menurutnya, tiga dinas ini memiliki korelasi fungsi yang sangat erat dan seharusnya disatukan. Integrasi ini diharapkan dapat menciptakan program yang lebih terpadu, koordinasi yang kuat, dan penghematan anggaran yang signifikan.

“Jangan dipisahkan. Ketahanan pangan tak bisa berdiri tanpa pertanian dan peternakan. Kalau digabung, programnya akan lebih terintegrasi, koordinasinya kuat, dan yang pasti anggaran jadi lebih efisien,” jelasnya, memberikan argumen kuat untuk peleburan dinas.

Landasan Hukum yang Kuat untuk Perubahan

Dudi juga menekankan bahwa langkah perampingan ini memiliki dasar hukum yang kuat. Perubahan Satuan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) bisa dilakukan dengan merevisi Peraturan Daerah (Perda) yang sudah ada. Landasan hukumnya mencakup:

  • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
  • PP Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah (diubah menjadi PP Nomor 72 Tahun 2019).
  • PermenPAN-RB Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penyusunan Peta Jabatan dan Analisis Beban Kerja.

Semua regulasi ini memberikan Pemerintah Kabupaten Garut legitimasi untuk menata ulang struktur organisasinya. Namun, Dudi mengingatkan bahwa prosesnya harus dilakukan secara hati-hati, dengan kajian akademik yang mendalam, analisis beban kerja, evaluasi program, dan konsultasi publik yang melibatkan DPRD.

Reformasi Birokrasi Bukan Sekadar Ganti Nama

Perubahan SOTK bukan hanya sekadar pekerjaan administratif, melainkan bagian dari reformasi birokrasi yang lebih besar. Tujuannya adalah membenahi koordinasi, meningkatkan akuntabilitas, dan menghilangkan tumpang tindih tugas. Transparansi dan akuntabilitas dalam penyusunan naskah akademik menjadi kunci agar perubahan tidak hanya bersifat kosmetik, tetapi substansial.

Pada akhirnya, reorganisasi perangkat daerah ini harus selaras dengan prioritas pembangunan daerah, seperti penguatan sektor pertanian, penanganan stunting, dan digitalisasi layanan publik. Dudi optimis bahwa dengan struktur yang tepat, birokrasi di Garut akan menjadi lebih gesit, terukur, dan mampu menjawab tantangan zaman.

“Struktur yang gemuk hanya menciptakan beban. Tapi struktur yang ramping dan tepat sasaran akan menciptakan perubahan,” pungkas Dudi, mengingatkan bahwa efisiensi adalah tuntutan utama di era modern.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup