Transparansi Dana Pendidikan Dipertanyakan! Investigasi HMI Garut Bongkar Dugaan Permainan Anggaran BOS
HALOGARUT – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Garut kembali menyita perhatian publik setelah mengangkat isu sensitif yang menyinggung dunia pendidikan di Kabupaten Garut. Dalam tayangan terbaru, Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Garut, Yusuf Saepul Hayat, bersama Kepala Bidang PPD HMI, Pramudita Nugraha, membeberkan hasil investigasi terkait dugaan penyalahgunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Isu ini sontak mengundang keprihatinan banyak pihak, lantaran dana BOS sejatinya diperuntukkan mendukung kebutuhan dasar pendidikan dan menunjang keberlangsungan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Namun, temuan HMI justru menunjukkan adanya praktik yang diduga menyimpang dari prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Dalam pemaparannya, Pramudita mengungkap indikasi adanya markup pada pengadaan lembar soal ujian bagi siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN). Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu kepala sekolah, biaya yang dibebankan kepada siswa mencapai Rp23.500 per orang. Namun, setelah dilakukan penelusuran langsung ke pihak ketiga penyedia soal, harga asli hanya Rp9.500 per siswa.
“Sekolah menyetorkan uang kepada pengawas untuk kemudian disalurkan ke pihak ketiga. Tetapi harga yang dibayarkan sekolah jauh lebih tinggi daripada harga aslinya,” jelas Pramudita dalam podcast tersebut.
Perbedaan harga sebesar Rp14.000 per lembar ini menimbulkan dugaan adanya permainan dalam aliran anggaran. Jika dihitung berdasarkan jumlah siswa SDN di Kabupaten Garut yang mencapai 270 ribu orang, potensi kerugian dana BOS diperkirakan menembus angka fantastis, yakni sekitar Rp3,7 miliar.
Tidak berhenti pada temuan markup, investigasi HMI juga menemukan adanya dugaan pemotongan jatah dari setiap lembar soal. Dari hasil wawancara dengan sejumlah kepala sekolah, Pramudita mengungkap adanya pembagian dana sebesar Rp1.000 untuk Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Rp1.000 lainnya untuk Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (KKPS).
“Ini yang semakin memperkuat dugaan bahwa ada sistem pembagian keuntungan tidak wajar yang merugikan keuangan pendidikan,” tambahnya.
Praktik seperti ini, jika benar terjadi, bukan hanya mencederai prinsip tata kelola dana BOS, melainkan juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan. Publik pun semakin mempertanyakan komitmen pemerintah daerah dalam mewujudkan pengelolaan dana pendidikan yang bersih, transparan, dan berpihak kepada siswa.
Hingga berita ini diturunkan, Dinas Pendidikan Kabupaten Garut maupun pihak KKPS belum memberikan pernyataan resmi terkait tudingan yang dilontarkan HMI Cabang Garut. Ketiadaan respons ini memunculkan spekulasi di tengah masyarakat, sekaligus memperpanjang tanda tanya mengenai kebenaran dugaan penyalahgunaan anggaran tersebut.
Sementara itu, publik menilai keterbukaan informasi dari pemerintah daerah menjadi hal mendesak untuk menjawab keresahan. Jika tuduhan HMI benar adanya, kasus ini berpotensi menyeret banyak pihak yang seharusnya bertanggung jawab menjaga marwah pendidikan.
Kasus dugaan penyalahgunaan dana BOS bukanlah persoalan sepele. Dana tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan untuk memastikan pemerataan akses pendidikan. Setiap rupiah seharusnya sampai ke tangan sekolah dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan peserta didik.***
















